Oleh: Edy Pujianto, S.Pt, ME Analis Pasar Hasil Pertanian (APHP) Ahli Madya
TERDAPAT beberapa faktor yang menyebabkan ketidakstabilan harga ayam potong (livebird) di dalam negeri, diantaranya adalah :
(1) Persaingan harga di pasar oligopoly
Struktur pasar ayam potong di Indonesia bersifat oligopoly dengan beberapa perusahaan mendominasi produksi dan distribusi, sehingga mempengaruhi harga dan persaingan di pasar. Pada struktur pasar oligopoly, sejumlah perusahaan yang memiliki market power memiliki peluang melakukan kolusi untuk menetapkan harga secara kolektif atau bersaing bebas maupun kemampuan untuk menentukan harga (price setter).
Sedangkan perusahaan yang lain sebagai price taker, yang hanya mengikuti harga karena tidak memiliki kemampuan untuk menentukan harga di pasar. Mereka harus menerima harga yang berlaku yang ditentukan oleh kekuatan penawaran dan permintaan.
Selain itu dalam struktur pasar oligopoly, perusahaan yang memiliki market power dapat menggunakan strategi penetapan harga predator untuk memaksa pesaing keluar dari pasar dan menjaga harga tetap rendah bahkan di bawah biaya produksi untuk mengurangi keuntungan pesaing.
Persaingan di pasar oligopoly antar sejumlah perusahaan dapat merubah penguasaan pangsa pasar (market share) dan struktur pasar oligopoly, seperti dari loose oligopoly menjadi tight oligopoly ataupun sebaliknya.
Tight oligopoly, jika empat perusahaan menguasai pangsa pasar lebih dari 60%, sedangkan loose oligopoly jika empat perusahaan menguasai pangsa pasar kurang dari 60%.
(2) Preferensi konsumen dan segmentasi pasar.
Preferensi konsumen dan segmentasi pasar merupakan dua faktor yang saling berkaitan yang mempengaruhi ketidakstabilan harga ayam potong (livebird) di dalam negeri.
Preferensi konsumen merujuk pada kesukaan atau pilihan individu untuk membeli suatu produk tertentu. Preferensi memiliki peran penting dalam proses pengambilan keputusan pembelian, karena menentukan apa yang akan dipilih oleh konsumen.
Pada komoditas ayam potong, konsumen di Indonesia umumnya memiliki pilihan penawaran dalam bentuk daging ayam segar (fresh) yang dijual di pasar ‘becek’/tradisional atau memilih daging ayam beku (frozen chiken) yang dijual di swalayan/otlet.
Preferensi konsumen dan segmentasi pasar sangat berpengaruh terhadap ketidakstabilan harga terutama daging ayam segar di pasar ‘becek’. Kenapa?
Rantai distribusi pada daging ayam segar cukup panjang, semakin panjang rantai distribusi maka harga semakin tidak stabil, hal ini dikarenakan setiap pihak dalam saluran distribusi (peternak, broker, pedagang pengumpul dan pengecer) memiliki kemampuan menentukan margin pemasaran yang akan berdampak terhadap harga daging ayam di tingkat konsumen.
Kondisi ideal agar harga ayam stabil adalah pasar tidak menyediakan pilihan bagi konsumen untuk memenuhi preferensinya, dengan membatasi segmentasi pasar hanya pada satu pilihan yakni daging ayam beku.
Suatu yang tidak mudah untuk diterapkan di Indonesia karena faktor kebiasaan (customer behavior) maupun dampaknya terhadap pelaku usaha dalam saluran distribusi yang telah terbentuk selama ini.
(3) Suplay dan Demand
Keseimbangan suplay dan demand sangat berpengaruh terhadap stabilitas harga ayam potong (livebird). Jika jumlah penawaran sama dengan permintaan maka harga akan stabil.
Keseimbangan ini penting untuk menjaga stabilitas harga dan menghindari inflasi yang bersumber dari komoditas peternakan. ***