Oleh: Ir Fahuri Wherlian Ali KM, SP MM, Ketua Harian Ikaperta Unila 2024-2028.
KOPI merupakan komoditi penghasil devisa bagi Indonesia.
Pada tahun 2022 penerimaan devisa negara dari kopi sebesar USD1,15 miliar dengan volume ekspor 437 ribu ton lebih.
Atas pencapaian ini, Indonesia menempati posisi keempat dunia sebagai negara produsen kopi.
Produksi kopi nasional tahun 2022 mencapai 771 ribu ton lebih dengan luas lahan kopi 1,25 juta hektare (ha).
Namun sayang, produksi kopi menurun 756,1 ribu ton pada tahun 2023.
Hal ini berdampak pada pasar kopi global, mendorong kenaikan harga kopi di berbagai wilayah.
Ironisnya, penurunan produksi ini justru terjadi di saat konsumsi kopi di Indonesia meningkat.
Konsumsi kopi di Indonesia selama 10 tahun terakhir tumbuh rerata 8,22 persen per tahun.
Adapun tingkat konsumsi kopi per kapita per tahun sebesar 1,5 kilogram (kg).
Kondisi Lampung
Provinsi Lampung sebagai produsen kopi nomor dua di Indonesia memiliki peran penting menghasilkan devisa negara.
Saat ini, sebagian besar perkebunan kopi dikelola oleh petani kecil.
Berdasarkan data Kementerian Pertanian dalam publikasi Statistik Pertanian Tahun 2023, produksi kopi Lampung tahun 2022 mencapai 113 ribu ton.
Atau, turun 2,19 persen dibandingkan dengan tahun 2021 yang mencapai 116 ribu ton.
Luas areal kopi di Lampung juga tertinggi kedua di Indonesia setelah Provinsi Sumatra Selatan.
Pada tahun 2022, luas areal kopi di Lampung mencapai 155.165 ha atau 12,26 persen dari luas areal nasional.
Luas ini turun dari tahun 2021, yang mencapai 156.474 ha dengan produktivitas 700-an kg/ha.
Kondisi Nasional
Pada tahun 2023 dan 2024, produksi kopi nasional turun 50 persen.
Penurunan produksi kopi di Indonesia dipengaruhi di antaranya perubahan iklim (cuaca yang tidak menentu), serangan hama dan penyakit tanaman, serta masih sedikitnya peremajaan tanaman kopi yang sudah tua.
Pada tahun 2023 data ekspor kopi juga menunjukkan penurunan volume ekspor menjadi 276.335 ton dari 433.881 ton pada tahun sebelumnya.
Momentum Harga
Tahun 2024 ini terjadi kenaikan harga kopi dan menjadi catatan sejarah kopi Indonesia.
Saat ini harga kopi di tingkat petani telah mencapai Rp70.000-75.000 per kg.
Tingginya harga kopi diakibatkan negara penghasil kopi terbesar di dunia, yaitu Brazil dan Vietnam mengalami gagal panen.
Kelangkaan kopi dunia dimulai tahun 2020 ketika Brazil mengalami kemarau panjang dan mengalami kekeringan hebat.
Selain itu, pada tahun 2021 Brazil mengalami forst, yaitu embusan angin beku yang merusak tanaman kopi hampir 60 persen.
Brazil pun akhirnya mulai melakukan replanting pada tahun 2022 dan diprediksi tahun 2026 produksi kopi Brazil sudah mulai pulih.
Negara tetangga kita Vietnam pun kondisinya sama seperti Indonesia.
Cuaca yang tidak menentu dengan hujan sepanjang tahun membuat bunga dan buah muda gugur.
Tanaman kopi memang memerlukan bulan kering 4-5 bulan untuk proses pembungaan menjadi buah.
Selain itu hampir 70-100 ribu ha tanaman kopi beralih fungsi menjadi kebun durian.
Para petani Vietnam mengganti tanaman kopi mereka dengan durian untuk meraup keuntungan yang lebih tinggi, hampir lima kali lipat dari pada kopi.
Pasar durian Vietnam adalah China dan ekspor durian Vietnam meningkat hampir dua kali lipat antara tahun 2023 dan 2024.
Prediksi 2025
Pada tahun 2025, diprediksi harga kopi global diperkirakan naik 25-30 persen.
Kenaikan karena berkurangnya pasokan dari Brazil dan Vietnam dan akan berdampak pada penurunan nilai ekspor Indonesia.
Tentunya ini sangat berdampak pada industri hilir seperti kedai, kafe, dan UMKM.
Sebenarnya kelangkaan kopi tahun ini telah saya prediksi tahun 2019.
Saat itu, saya diundang oleh jurnalis Wirahadikusumah untuk mengisi podcast di Wiracorner, membahas perkembangan kopi di Lampung.
Kelangkaan kopi dapat dilihat dari hasil analisa perkembangan kopi pada periode 2010-1017.
Analisa dilakukan pada berkurangnya luas lahan, produksi terus menurun karena banyak tanaman tua, konsumsi kopi meningkat per tahun, dan analisa iklim. Sehingga, diprediksi 2023-2026 terjadi kelangkaan kopi di Indonesia.
Menyikapi prediksi tersebut, sebenarnya Kementerian Pertanian melalui Dirjend Perkebunan pada tahun 2019 sampai sekarang telah melakukan peremajaan kopi di beberapa kabupaten sentra kopi.
Dari hasil pemetaan, tanaman kopi di Lampung hampir 70 persen berumur di atas 30 tahun.
Solusi
Untuk mengantisipasi hal tersebut petani Indonesia khususnya Lampung, harus segera membangun mindset baru dalam budidaya kopi.
Caranya, dengan merubah pola budidaya tradisional menjadi budidaya kopi yang produktif (Novalia, 2023).
Budidaya produktif yang dimaksud adalah:
(1) menggunakan pupuk yang seimbang (misal menggunakan pupuk NPK dengan dosis 400-500 kg/ha),
(2) manajemen percabangan dengan membuang cabang-cabang yang tidak produktif (cabang B3, cabang kipas, cabang cacing, dan cabang balik),
(3) melakukan panen petik merah, karena untuk mendapatkan 1 kg green bean membutuhkan 5-6 kg red cherry, sedangkan petik asalan membutuhkan 8-10 kg cherry untuk menjadi 1 kg green bean,
(4) pergiliran panen dalam kelompok tani sehingga bisa menekan biaya tenaga kerja, dan
(5) melakukan tumpang sari pada tanaman kopi untuk menopang penghidupan petani selama menunggu panen kopi. (*)