Sabtu, 02 Agu 2025
Sabtu, 22 Mar 2025

25 Tahun Sia-Sia karena Bibit Sawit Ilegal

Oleh: Ir Fahuri Wherlian Ali KM, SP MM, Ketua Harian Ikaperta Unila 2024-2028

KELAPA sawit merupakan komoditas perdagangan yang sangat menjanjikan. Bahkan di masa depan bisa menjadi pengganti bahan bakar minyak.

Kelapa sawit memiliki tingkat produktivitas yang tinggi dibanding tanaman penghasil minyak nabati lainnya.

Tetapi, produktivitas perkebunan kelapa sawit di Indonesia saat ini masih rendah dikarenakan banyak petani yang menggunakan benih palsu atau ilegal.

Padahal, benih merupakan fondasi pembangunan pertanian. Penggunaan benih bersertifikat berkontribusi besar dalam peningkatan produksi dan produktivitas tanaman.

Namun karena persepsi dan apresiasi petani terhadap benih bermutu dan bersertifikat masih sangat rendah, produksi dan produktivitas tanaman ikut rendah.

Menurut data Ditjenbun, produktivitas minyak yang dihasilkan oleh perkebunan rakyat 2,8 ton/hektare (ha).

Lalu, perkebunan negara 3,8 ton/ha dan perkebunan swasta 3,7 ton/ha.

Hal ini masih jauh lebih rendah dibanding potensi produktivitas minyak dari benih yang dihasilkan Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) sebesar 7,8 ton/ha.

Adapun luas perkebunan sawit Indonesia mencapai 16,38 juta ha.

Ini terdiri dari Tanaman Belum Menghasilkan (TBM) 1,5 juta ha dan Tanaman Menghasilkan (TM) 14,88 juta ha dan hampir 50 persen TM adalah tanaman berusia tua.

Provinsi Lampung memiliki perkebunan Rakyat 111.134 ha, yang terdiri dari TBM 15.597 ha, TM 89.934 ha, dan Tanaman Rusak 5.602 ha.

Pemerintah dalam melindungi penggunaan benih bersertifikat telah membuat regulasi Undang-Undang No. 22 Tahun 2019 tentang Sistem Budidaya Berkelanjutan.

Isinya menyebutkan setiap orang yang mengedarkan benih unggul yang tidak sesuai dengan standar mutu, tidak bersertifikat dan/atau tidak berlabel, berpotensi dipidana dengan penjara paling lama enam tahun. Serta pidana denda paling banyak Rp3 miliar.

Dalam diskusi yang dilaksanakan Majalah Agrina dengan tema “Mencari Solusi Peredaran Benih Illegal di Platform Digital” Forum Kerjasama Produsen Benih Kelapa Sawit Indonesia (FKPB-KS) tahun 2023, terungkap data peredaran benih sawit illegal di toko online mencapai 87,563 juta kecambah.

Dengan asumsi harga kecambah ilegal yang dijual di e-commerce Rp10 ribu per kecambah, artinya potensi kerugian yang dialami pembeli atau petani sawit mencapai Rp870,5 miliar.

Dalam diskusi tersebut juga terungkap lokasi penjualan benih ilegal di marketplace berasal dari Lampung (80%), Sumatera Utara (15%), dan Sumatera Barat (5%).

Dengan asumsi penanaman 1 ha lahan butuh 200 bibit sawit, potensi tersebut persebaran benih illegitim ini telah menjangkau 437.817 ha.

Pada tanaman sawit, peredaran benih/bibit palsu sangat tinggi dan berdampak pada kerugian keluarga petani sawit selama 25 tahun lebih.

Padahal, petani kelapa sawit telah menjadi bagian dari industri kelapa sawit Indonesia. Lebih dari 4 juta petani bergantung kepada komoditas sawit.

Hasil kebun sawit yang dimiliki petani pun sangat berbeda dari perusahaan sawit.

Hal ini dikarenakan penggunaan bibit kelapa sawit yang tidak bersertifikat serta akses pupuk dan akses keuangan yang sulit, yang akhirnya berdampak pada rendahnya produktivitas Tandan Buah Segar (TBS).

Produksi TBS di tingkat petani per ha hanya berkisar 12-14 ton/tahun dan perusahaan kelapa sawit memiliki produksi 19-24 ton/tahun dan bahkan bisa mencapai angka optimal 36 ton/tahun.

Penggunaan benih sawit tidak bersertifikat atau benih ilegal bisa menurunkan produksi 50-60 persen dari penggunaan bibit bersertifikat.

Memang, dalam waktu 3-4 tahun produksi sawit per ha antara bibit bersertifikat dan tidak bersertifikat hampir tidak ada perbedaan.

Tetapi dimulai tahun kelima dan seterusnya sampai 25 tahun, petani akan kehilangan penghasilan yang signifikan.

Artinya petani kelapa sawit yang menggunakan bibit bersertifikat sudah bisa menikmati keuntungan ketika tanamannya berumur enam tahun.

Jika diakumulasi selama 25 tahun, katakanlah penghasilan petani sawit yang menggunakan benih tidak bersertifikat adalah 12 ton/ha/tahun dan bila harga TBS konstan Rp2500/kg, maka petani hanya mendapatkan penghasilan Rp750 juta.

Bandingkan dengan petani yang menggunakan benih sertifikat dengan produksi 30 ton/ha/tahun maka petani akan mendapat penghasilan Rp1,875 miliar selama 25 tahun.

Pengguna benih sawit ilegal tentunya akan mengurangi kesempatan untuk memperoleh pendapatan yang optimal.

Petani sawit juga mengeluarkan biaya pemeliharaan yang sia-sia. Apalagi petani sawit mendapatkan kredit pinjaman yang tentunya akan kesulitan mengembalikan utang.

Selain itu petani sawit akan kehilangan waktu, tenaga, dan pikiran selama 25 tahun.

Penggunaan benih sawit ilegal pun dapat menurunkan daya saing nasional di bidang industri dan perdagangan kelapa sawit.

Padahal, untuk mendapatkan benih kelapa sawit bersertifikat sangatlah mudah.

Di antaranya bisa langsung menghubungi produsen sumber benih kelapa sawit resmi yang ditetapkan oleh pemerintah.

Atau, benih dalam polybag dapat dibeli dari penangkar benih resmi dan telah disertifikasi oleh UPTD Perbenihan Tanaman Perkebunan setempat. (*)

Tuliskan komtar mu disini
Tulisan Lainnya...