Sabtu, 01 Nov 2025
Selasa, 22 Apr 2025

Kambing dan Domba Rakyat: Komoditas Unggul yang Masih Tersisih

Oleh: Prof. Dr. Kusuma Adhianto, S.Pt., M.P.
Guru Besar Produksi Ternak Ruminansia Fakultas Pertanian Unila dan Anggota Ikaperta Unila

INDONESIA dikenal sebagai negara agraris dengan populasi ternak ruminansia kecil yang cukup tinggi. Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, populasi kambing di Indonesia mencapai lebih dari 20 juta ekor, sementara domba mendekati 10 juta ekor.

Mayoritas dari populasi tersebut dikelola oleh peternak rakyat dengan sistem pemeliharaan tradisional, modal terbatas, dan skala usaha kecil.

Namun, ironisnya, di tengah tingginya potensi tersebut, kambing dan domba belum menjadi prioritas dalam pengembangan peternakan nasional. Fokus kebijakan dan investasi masih cenderung diarahkan pada komoditas besar seperti sapi potong dan sapi perah.

Kambing dan domba seakan menjadi “komoditas kelas dua” yang terlupakan, padahal kontribusinya terhadap ketahanan pangan, ekonomi rumah tangga petani, dan pelestarian sumber daya genetik lokal sangat signifikan.

Kambing dan domba memiliki sejumlah keunggulan yang seharusnya membuatnya layak diutamakan dalam program pengembangan peternakan rakyat. Pertama, dari sisi biologi reproduksi, kambing dan domba memiliki siklus yang cepat, dengan usia kawin pertama sekitar 8 bulan, masa bunting 5 bulan, dan kemampuan melahirkan 2–3 ekor per tahun.

Hal ini menjadikan komoditas ini ideal untuk pengembangan usaha dengan putaran modal yang cepat. Kedua, dari sisi adaptasi lingkungan, kambing dan domba sangat tangguh dan bisa hidup di berbagai kondisi geografis, mulai dari dataran tinggi yang dingin hingga daerah tropis kering.

Di wilayah Indonesia bagian timur seperti Nusa Tenggara Barat dan Timur, kambing dan domba menjadi tumpuan utama petani dan masyarakat lokal dalam memenuhi kebutuhan ekonomi dan konsumsi protein hewani.
Ketiga, secara ekonomi dan sosial, usaha peternakan kambing dan domba bisa dijalankan oleh petani dengan lahan sempit dan modal terbatas.

Ini membuatnya sangat relevan bagi pengembangan agribisnis di pedesaan. Kambing dan domba juga berperan dalam budaya dan keagamaan masyarakat, seperti dalam pelaksanaan aqiqah dan kurban, yang menciptakan permintaan tahunan yang relatif stabil.

Meskipun memiliki potensi besar, peternakan kambing dan domba rakyat menghadapi berbagai tantangan yang menyebabkan komoditas ini belum berkembang secara optimal.

Berikut beberapa isu krusial yang perlu mendapat perhatian:

  1. Minimnya Intervensi Kebijakan dan Anggaran
    Salah satu masalah utama adalah rendahnya perhatian pemerintah terhadap komoditas ini. Berbagai program nasional seperti UPSUS SIWAB, SIKOMANDAN, dan KUR Peternakan cenderung lebih memprioritaskan sapi potong atau sapi perah. Peternak kambing dan domba sering kali tidak terjangkau oleh bantuan bibit, pelatihan teknis, ataupun pembiayaan mikro. Akibatnya, usaha mereka stagnan dan tidak berkembang.
  2. Pasar Tidak Terstruktur dan Harga Tak Menentu
    Pasar kambing dan domba di Indonesia masih bersifat fragmented dan informal. Peternak rakyat umumnya menjual ternak langsung ke tengkulak atau pasar tradisional tanpa sistem harga yang transparan. Harga jual sangat tergantung pada musim (terutama menjelang Idul Adha) dan tidak ada standar mutu yang diberlakukan. Hal ini menurunkan daya tawar peternak dan membuat mereka sulit untuk merencanakan usaha secara berkelanjutan.
  3. Kurangnya Dukungan Teknologi dan Inovasi
    Produktivitas kambing dan domba rakyat masih rendah, dengan angka kematian anak tinggi dan konversi pakan yang belum efisien. Hal ini diperparah oleh minimnya akses terhadap teknologi pakan (seperti silase atau fermentasi), manajemen kandang yang baik, serta layanan kesehatan hewan yang memadai. Penyakit parasitik seperti cacingan masih menjadi masalah utama, namun penanganannya belum sistematis.
  4. Stigma “Ternak Sampingan” yang Merugikan
    Kambing dan domba kerap dianggap sebagai usaha tambahan yang tidak memerlukan perhatian serius. Persepsi ini bahkan menjalar ke tingkat kebijakan, di mana kambing dan domba tidak dimasukkan dalam peta jalan pengembangan peternakan nasional secara komprehensif. Padahal, dengan skala yang tepat dan manajemen modern, kambing dan domba dapat menjadi sumber pendapatan utama yang menjanjikan.

Di tengah tantangan tersebut, sebenarnya ada sejumlah peluang besar yang bisa dimanfaatkan untuk mendorong kebangkitan kambing dan domba rakyat:

  1. Peningkatan Permintaan Domestik dan Ekspor
    Konsumsi daging kambing dan domba di Indonesia menunjukkan tren meningkat, terutama di kalangan masyarakat urban dan wisata kuliner. Selain itu, negara-negara Timur Tengah dan Asia Tenggara seperti Malaysia dan Brunei memiliki permintaan tinggi terhadap domba hidup dan daging kambing. Indonesia memiliki potensi besar untuk memasok kebutuhan tersebut jika bisa membenahi sistem produksi dan logistik.
  2. Integrasi dengan Sektor Lain
    Kambing dan domba dapat diintegrasikan dengan sektor pertanian dan perkebunan, seperti model integrasi ternak dengan kebun sawit atau ladang jagung. Selain menyediakan pakan murah dari limbah pertanian, sistem ini juga menciptakan sinergi dalam penggunaan lahan dan meningkatkan efisiensi ekonomi petani.
  3. Digitalisasi dan E-Commerce Peternakan
    Kemajuan teknologi informasi membuka peluang besar untuk menghubungkan peternak langsung dengan konsumen atau pelaku usaha. Platform digital seperti marketplace ternak, sistem pencatatan reproduksi, dan layanan konsultasi daring dapat membantu peternak meningkatkan efisiensi dan daya saing. Beberapa start-up peternakan telah mulai menggarap pasar kambing dan domba, meski skalanya masih terbatas.

Sebagai akademisi dan praktisi di bidang peternakan, saya mengusulkan beberapa langkah konkret untuk mendorong pengembangan kambing dan domba rakyat:

  1. Reformulasi Kebijakan Nasional
    Pemerintah perlu menetapkan peta jalan khusus pengembangan kambing dan domba dalam RPJMN dan Rencana Strategis Kementerian Pertanian. Anggaran dan intervensi program harus diarahkan tidak hanya pada sapi, tetapi juga pada ruminansia kecil.
  2. Penguatan Kelompok Peternak dan Koperasi
    Pembentukan koperasi ternak kambing-domba yang profesional akan memperkuat posisi tawar peternak dalam rantai pasok, memfasilitasi akses pembiayaan, serta menjamin pemasaran dengan harga wajar.
  3. Investasi pada Teknologi Tepat Guna
    Pemerintah daerah dan perguruan tinggi perlu bersinergi dalam mendiseminasikan teknologi pakan, kesehatan, dan reproduksi yang sesuai dengan kondisi peternak rakyat. Model penyuluhan berbasis demonstrasi plot dan pelatihan berbasis praktik harus dihidupkan kembali.
  4. Peningkatan Peran Generasi Muda
    Regenerasi peternak menjadi tantangan nyata. Diperlukan program inkubasi usaha peternakan ruminansia kecil untuk pemuda desa, yang menggabungkan pelatihan teknis, dukungan modal awal, dan pendampingan usaha.

Kambing dan domba rakyat bukan hanya sekadar “ternak kampung”. Mereka adalah sumber daya ekonomi yang resilien, adaptif, dan inklusif.

Dengan sentuhan kebijakan yang berpihak, teknologi yang aplikatif, serta semangat kolaborasi antara peternak, akademisi, dan pemerintah, kambing dan domba dapat menjelma menjadi komoditas unggulan nasional.

Sudah saatnya kita berhenti memandang sebelah mata komoditas ini. Karena di balik kandang-kandang kecil di pelosok desa, tersembunyi potensi besar yang bisa mengangkat harkat ekonomi rakyat dan memperkuat kemandirian pangan nasional. ***

Tuliskan komtar mu disini
Tulisan Lainnya...