Oleh: Ismiasih, S.P. Penyuluh Pertanian di BPP Trimurjo, Lampung Tengah dan Anggota Ikaperta Unila
KITA semua sepakat bahwa target swasembada pangan adalah impiam yang harus diwujudkan. Caranya adalah dengan meningkatkan produksi dengan menambah luas tanam. Itulah mengapa dilakukan penanaman padi pada musim tanam (MT) III ini.
Menanam padi pada Musim Tanam (MT) III adalah menanam padi setelah panen gadu (Musim Tanam II). Pada umumnya dilaksanakan di bulan Agustus sampai dengan September.
Artinya petani menanam padi pada musim kemarau dengan memanfaatkan air irigasi atau sumber air lainnya yang ada.
Selama ini dengan pola tanam Padi-Padi-Palawija atau Padi-palawija -Padi, petani lebih sering memanfaatkan lahan pada MT III dengan menanam palawija.
Pola tanam seperti ini telah sesuai dengan ilmu pengetahuan yang kita miliki selama ini bahwa pergiliran tanaman pada lahan yang sama akan menjaga tingkat kesuburan tanah dan dapat memutus siklus hama dan penyakit tanaman.
Hal inilah yang menjadi kekhawatiran banyak pihak tentang pelaksanaan MT III. Salah satu yang menggembirakan dalam pelaksanaan Musim Tanam (MT) III tahun 2025 ini adalah optimisme petani.
Semangat dan optimisme petani merupakan modal terbesar. Mereka adalah pelaku utama yang berperan penting dalam suksesnya musim tanam ke III ini.
Salah satunya di Kampung Notoharjo Kecamatan Trimurjo Kabupaten Lampung Tengah.
Dari pertemuan awal sosialisasi pelaksanaan MT III yang diadakan oleh pemerintah kampung bersama penyuluh pertanian, yang kemudian ditindaklanjuti di 15 kelompok tani, masyarakat petani menyambut MT III ini dengan antusias.
Mereka siap dan penuh semangat menyukseskan MT III sesuai dengan waktu tanam yang telah ditargetkan.
Sayangnya dalam pelaksanaannya terjadi berbagai hambatan dan kendala.
Beberapa kendala yang dihadapi dalam upaya percepatan pelaksanaan MT III tersebut antara lain:
1. Ketersediaan air yang terbatasTerbatasnya ketersediaan air dikarenakan masih diberlakukannya pergiliran air.
Hal ini disebabkan karena dalam satu kanal sebagian sudah panen dan sebagian lagi masih dalam pemeliharaan (belum panen). Kondisi air yang bergilir ini menjadi kesulitan tersendiri dalam pengaturannya.
Pengurus P3A (Perkumpulan Petani Pemakai Air) dan segenap jajaran ili-ilinya harus bekerja lebih keras untuk mengatur air tersebut. Tidak mudah memasukkan air ke lahan yang sudah selesai panen dan siap olah tanah diantara lahan lainnya yang baru akan dipanen.
Hal ini berkenaan dengan pemilik lahan yang siap panen akan tetap menginginkan lahannya tetap kering sampai panen untuk menghindari roboh. Untuk mengatasi hal tersebut diupayakan dalam musim tanam yang akan datang perlu diberlakukan pengairan secara disiplin, tertib, dan berurutan dalam hamparan sehingga kondisi tanaman akan memiliki keserempakan secara berurutan dalam hamparan.
Hal ini akan memberi kemudahan P3A melakukan pengaturan air dalam kondisi seperti sekarang ini.
2. Jaringan irigasi tersier banyak yang rusakJaringan irigasi tersier hampir 70% mengalami kerusakan. Jenis kerusakan tersebut berupa tanggul yang jebol dan kebocoran.
Hal ini akan menghambat efisiensi penggunaan air irigasi. Walaupun pemeliharaan dan perbaikan jaringan irigasi tersier terus dilakukan secara swadaya oleh petani melalui P3A, namun tidak cukup menjangkau seluruh kerusakan yang ada.
Dalam hal ini perlu penanganan khusus dari pemerintah untuk memperbaiki saluran irigasi secara keseluruhan.
3. Kurangnya Alsintan dan Tenaga KerjaKurangnya alsintan untuk olah tanah terutama TR4 masih menjadi kendala utama dalam percepatan olah tanah. Selain itu, kegiatan panen dan olah tanah yang terjadi hampir bersamaan sedikitnya menyebabkan kurangnya tenaga kerja.
Petani dan operator alsintan biasanya juga petani penderep. Artinya petani tersebut tidak hanya mengolah dan memanen sawahnya sendiri tetapi juga penderep panen di wilayah yang lain.
Akibatnya sebagian tenaga kerja belum fokus untuk menjalankan alsintan untuk olah tanah.Kurangnya tenaga tanam juga menjadi kendala. Dalam satu kampung hanya ada 5 sampai 6 rombongan tenaga tanam yang setiap rombongan hanya terdiri dari 5 sampai 8 orang saja.
Selama ini masih bisa diatasi dengan mendatangkan tenaga tanam dari luar kampung bahkan luar kecamatan. Hal ini akan sulit dilakukan jika diwilayah tersebut tanamnya bersamaan.
Untuk mengatasi masalah ini mau tidak mau alih teknologi dengan menggunakan rice transplater akan menjadi pilihan. Dibutuhkan stimulan dari pemerintah berupa alat mesin rice transpanter untuk mengakselerasi alih teknologi tersebut.
4. Ancaman Hama dan Penyakit Tanaman. Kekhawatiran terhadap ancaman hama dan penyakit tanaman pada MT III bukan tanpa alasan. Menanam tanaman monokultur secara terus menerus pada lahan yang sama berpotensi menyebabkan ledakan hama atau penyakit tertentu.
Tidak adanya masa bera atau masa pergiliran tanaman menjadi penyebab hama dan penyakit terus berkembang.Hal ini pernah terjadi pada beberapa tahun yang lalu sekitar tahun 2015/2016.
Keberhasilan gadu model (MT III), pada waktu itu dibayar mahal dengan serangan hama wereng pada musim tanam I dan II (gadu) yang mengakibatkan sebagian besar petani gagal panen.
Tantangan Kita Bersama Dengan adanya beberapa kendala seperti yang telah disampaikan diatas bukan berarti kita harus pesimis. Justru, menanam padi pada Musim Tanam (MT) III adalah sebuah tantangan baik bagi petani, Penyuluh Pertanian, Petugas Pengamat Hama (POPT), maupun dinas terkait untuk bisa menyukseskannya.
Kita semua ditantang untuk berfikir kritis, kreatif, dan inovatif serta bertindak cepat dan tepat dalam upaya mengatasi kendala yang ada.
Diperlukan komunikasi dan koordinasi intensif semua pihak yang terkait agar segala kendala dan permasalahan yang ada dapat diatasi dengan baik.
Bagi petani, tantangan yang harus dihadapi adalah bagaimanan mengatur waktu dan tenaga seefektif dan seefisien mungkin dalam persiapan lahan, semai, dan tanam.
Memilih varietas yang tepat, dan mengantisipasi hama penyakit sedini mungkin.Penyuluh pertanian memiliki tantangan yang tidak kalah hebat.
Melakukan pendampingan P3A dalam mengelola air irigasi sampai tingkat usaha tani (lahan sawah petani).
Mendampingi Gapoktan dan kelompok tani dalam mengelolan alsintan, serta memberikan edukasi kepada petani tentang cara pengelolaan lahan sawah agar tetap subur walaupun terus menerus ditanami.
Penyuluh Pertanian harus siap dengan segala kreatifitas dan inovasinya mendampingi petani agar mau mngadopsi teknologi terbarukan yang telah direkomendasikan.
Diantaranya budidaya tanaman sehat dan budidaya padi hemat air. Penyuluh Pertanian bekerja sama dengan POPT mendampingi dan menggerakkan petani dalam menantisipasi serangan hama dan penyakit tanaman dengan gerakan pengendalian (Gerdal).Dinas terkait juga memiliki tantangan tersendiri yang sepertinya tidak perlu saya sebutkan disini.
Tapi pada intinya menjaga ketersediaan air, ketersediaan pupuk bersubsidi, bantuan alsintan , bantuan pompa, perbaikan saluran irigas, serta hal hal lainnya yang terkait kelancaran pelaksanaan Musim Tanam (MT) III. ***