Minggu, 02 Nov 2025
Senin, 1 Sep 2025

Atasi Banjir Perkotaan, Dimulai dari Rumah Kita

Oleh Elhamida Rezkia Amien, S.TP., M.Si. Dosen Jurusan Teknik Pertanian Fakultas Pertanian Unila dan Anggota Ikaperta Unila

GELIAT ekonomi Kota Bandar Lampung pasca-pandemi terasa begitu nyata dan patut disyukuri. Laju pertumbuhan ekonomi pada tahun 2023 yang mencapai 4,55% menjadi bukti optimisme baru yang dibangun di atas fondasi sektor-sektor vital.

Angka ini didorong oleh sektor pariwisata yang kembali bergairah, industri perhotelan yang menggeliat, hingga geliat perdagangan dan pertanian yang tak pernah surut.

Namun, di tengah euforia pembangunan dan pertumbuhan ini, kita dihadapkan pada satu tantangan krusial yang dapat menjadi penghalang utama yaitu masalah banjir perkotaan.

Fenomena ini bukan lagi sekadar genangan air sesaat, melainkan sebuah ancaman serius yang mengintai keberlanjutan ekonomi kota.

Banjir memotong urat nadi perekonomian, menyebabkan kerugian besar yang sering kali tidak terhitung.

Tidak bisa dipungkiri, perubahan iklim dengan intensitas curah hujan yang tidak terduga menjadi variabel yang sulit dikendalikan.

Namun, respons kita terhadap perubahan inilah yang menentukan ketahanan kota. Banjir bukan hanya mengakibatkan genangan air di jalan, tetapi juga melumpuhkan roda perekonomian.

Sistem transportasi terhambat, aktivitas perdagangan terhenti, dan kerugian, baik moril maupun materil, tak terhindarkan. Kota Bandar Lampung sendiri, khususnya pada awal tahun 2024, sempat mengalami salah satu banjir terparah yang melanda setidaknya tiga kecamatan di bagian hilir.

Peristiwa ini seharusnya menjadi alarm bagi kita semua, bahwa pembangunan infrastruktur harus sejalan dengan upaya mitigasi bencana.

Sebuah kota yang maju tidak hanya dinilai dari gedung-gedung pencakar langitnya, tetapi juga dari kemampuannya untuk beradaptasi dan melindungi warganya dari ancaman alam.

Pada dasarnya, banjir merupakan konsekuensi dari ketidakmampuan sistem drainase mengalirkan air hujan ke badan air utama, seperti sungai.

Air yang seharusnya mengalir, justru melimpah dan berkumpul di titik-titik terendah akibat kapasitas saluran yang terbatas.

Di sinilah peran serta semua pihak, mulai dari pemerintah hingga masyarakat, menjadi sangat vital. Jika hanya mengandalkan pemerintah, upaya penanggulangan banjir akan berjalan lambat dan tidak efektif.

Membangun dan melebarkan saluran air memang penting, tetapi itu hanya solusi jangka pendek. Banjir adalah masalah yang kompleks dan memerlukan kesadaran kolektif untuk berperan aktif, terutama dalam mengembalikan fungsi lahan secara alamiah.

Fenomena ini sering terlihat di berbagai sudut kota: halaman rumah yang seharusnya menjadi ruang resapan air, justru ditutup rapat oleh semen, beton, atau aspal.

Belum lagi, penambahan kanopi yang menutupi seluruh area terbuka, membuat air hujan langsung mengalir ke selokan tanpa sempat menyentuh permukaan tanah.

Berdasarkan data dari Kementerian PUPR, 30% dari total curah hujan idealnya harus diserap oleh tanah. Namun, dengan semakin masifnya penggunaan material kedap air, angka resapan ini menurun drastis.

Akumulasi limpasan air yang tidak terserap ini menjadi salah satu pemicu utama peningkatan volume air di drainase perkotaan. Ketika volume air melebihi kapasitas saluran, air akan meluap dan menyebabkan banjir.

Solusi jangka panjang tidak bisa hanya berfokus pada pelebaran selokan, melainkan pada upaya mitigasi dari hulu hingga hilir, dimulai dari halaman rumah kita sendiri.

Masyarakat memiliki peran signifikan dalam mengatasi masalah ini. Alih-alih menggunakan material kedap air, kita bisa beralih ke material yang lebih ramah lingkungan dan memiliki porositas tinggi.

Paving block, misalnya, tidak hanya memperindah halaman, tetapi juga memungkinkan air meresap ke dalam tanah.

Penggunaan batu alam atau batu split juga menjadi alternatif efektif yang menambah nilai estetika sekaligus fungsi.

Lebih dari itu, menanam pohon dan rumput di halaman dapat meningkatkan daya serap tanah secara drastis, sekaligus menciptakan lingkungan yang lebih sejuk dan asri.

Akar-akar pohon berfungsi sebagai ‘saluran’ alami yang membawa air lebih dalam ke lapisan tanah, membantu menjaga keseimbangan hidrologis.

Di samping itu, inovasi sederhana seperti lubang biopori dan sumur resapan dapat menjadi solusi andalan untuk skala rumah tangga.

Lubang biopori yang mudah dibuat dapat membantu penyerapan air, sementara sumur resapan, meskipun memerlukan sedikit usaha lebih, sangat efektif untuk menampung air dalam jumlah besar.

Kedua metode ini tidak hanya mencegah genangan, tetapi juga membantu mengisi kembali cadangan air tanah, yang sangat penting untuk menjaga keseimbangan ekosistem dan ketersediaan air bersih di masa depan.

Praktik-praktik ini adalah investasi jangka panjang yang tidak hanya bermanfaat bagi lingkungan, tetapi juga bagi kesejahteraan keluarga.

Solusi lain yang tak kalah penting adalah pemanenan air hujan (rainwater harvesting). Konsep ini mungkin terdengar sederhana, tetapi dampaknya sangat besar.

Dengan menampung air hujan dalam bak atau ember, kita dapat mengurangi volume air yang terbuang sia-sia ke saluran drainase. Air yang ditampung ini bisa digunakan kembali untuk berbagai keperluan non-konsumsi, seperti mencuci kendaraan, menyiram tanaman, atau membersihkan teras.

Praktik ini tidak hanya membantu mengatasi banjir, tetapi juga mengajarkan kita tentang konservasi air dan mengurangi ketergantungan pada pasokan air bersih dari PDAM.

Jika setiap keluarga di Bandar Lampung menerapkan metode ini, dampak kolektifnya akan sangat signifikan. Angka genangan air bisa berkurang drastis, sekaligus meringankan beban saluran drainase saat curah hujan tinggi.Pada akhirnya, keberhasilan Bandar Lampung dalam menjaga momentum pertumbuhan ekonomi sangat bergantung pada kesiapan kita menghadapi tantangan lingkungan.

Banjir perkotaan bukan hanya tanggung jawab pemerintah, melainkan PR bersama yang harus diselesaikan. Dibutuhkan sinergi antara kebijakan pemerintah dalam pembangunan infrastruktur yang berkelanjutan dan partisipasi aktif masyarakat dalam praktik-praktik ramah lingkungan.

Jika setiap individu mulai dari halaman rumahnya sendiri, kota ini akan semakin tangguh dan siap menghadapi tantangan di masa depan. Kolaborasi inilah kunci untuk mewujudkan Bandar Lampung yang bebas banjir, maju, dan berkelanjutan. ***

Tuliskan komtar mu disini
Tulisan Lainnya...