Kamis, 03 Jul 2025
Rabu, 16 Apr 2025

Petani Sang Tabib Tanaman Penjaga Kesempurnaan Ciptaan Tuhan Yang Maha Esa

Oleh :  Novita-Koordinator Wilayah Jaringan Kearifan Tradisional Indonesia (JKTI) Lampung dan anggota Ikaperta Unila

MENGAPA gelar tabib yang disematkan? Mengapa bukan dokter? Masyarakat kita sangat bangga dengan profesi sebagai dokter.

Karena tugas dokter indentik dengan tugas yang mulia membantu manusia yang sakit hingga memiliki harapan untuk sembuh dan sehat. Begitu juga menjadi dokter hewan, membantu hewan-hewan kesayangan kita untuk bisa sembuh. Dokter melakukan diagnosa terhadap penyakit yang diderita, lalu memberikan resep obat, yang bisa diambil diapotik.

Bagaimana dengan profesi tabib? Tabib adalah sebutan tradisional untuk orang yang ahli dalam mengobati penyakit, biasanya menggunakan pengobatan alami, herbal, atau metode tradisional yang diwariskan secara turun-temurun. Jika petani disebut dokter tanaman, meskipun bukan dalam arti harfiah, bisa saja. Seorang petani yang berpengalaman biasanya sangat memahami gejala-gejala pada tanaman, tahu kapan tanaman “sakit” karena hama, penyakit, atau kekurangan unsur hara, dan bisa menentukan “obatnya”, entah berupa pestisida, pupuk, atau metode budidaya yang tepat.

Setelah petani melakukan diagnosa terhadap tanaman, maka mereka pergi ke toko pertanian untuk membeli pestisida atau pupuk yang dibutuhkan tanaman. Mirip dengan bagaimana dokter mendiagnosis pasien dan memberikan resep, obat diambil di apotek.

Dalam opini ini penulis memberikan gelar petani sebagai tabib tanaman. Ciri khas profesi tabib memadukan dengan spiritualitas, seperti doa, mantra, atau ritual tertentu (tergantung budaya setempat). Dan mengandalkan ramuan dari tumbuhan seperti akar-akaran, daun, rempah, dan bahan alam lainnya yang diracik sendiri, mengandalkan pengetahuan warisan leluhur. Petani di Indonesia, khususnya yang mengembangkan pertanian organik atau pertanian selaras alam melakukan diagnosa sebelum memberi pupuk atau melakukan semprotan untuk hama dan penyakit.

Jika ada tanaman yang sakit, mereka mencari penyebabnya, apakah pengaruh dari kurangnya hara di dalam tanah, atau karena hama dan penyakit tanaman. Setelah mereka menemukan penyebabnya, lalu mereka mulai mengobati tanaman tersebut. Petani mendiagnosa tanah yang kekurangan unsur hara dengan melihat tanaman yang sakit dengan memperhatikan ciri-ciri yang ditampakkan.

Umumnya mereka melihat tanaman yang kekurangan unsur hara nitrogen, kalium dan fosfor. Jika tanaman kekurangan unsur nitrogen, daun tanaman akan menguning, tanaman tampak kerdil, lambat berkembang, jumlah daun sedikit dan berukuran lebih kecil dari ukuran ideal daun pada umurnya.

Sedangkan jika kelebihan unsur nitrogen, daun terlalu hijau dan rimbun. Tanaman tinggi tetapi lemah yang mengakibatkan mudah roboh, bunga dan buah mudah rontok. Cara mengatasi kekurangan unsur nitrogen, dengan memberikan pupuk susulan yang banyak mengandung unsur nitrogen, seperti pupuk cair dari fermentasi daun-daun terutama daun kacang-kacangan (Family Leguminosae) atau menggunakan pupuk slury yaitu pupuk cair hasil fermentasi kotoran sapi atau kerbau selama 1,5 bulan.

Sedangkan untuk mengatasi kelebihan unsur nitrogen di dalam tanah, mereka menambahkan pupuk mengandung kalium dan fosfor.Untuk tanaman kekurangan unsur kalium, ditampakkan dengan tepi daun yang berwarna kuning atau kecoklatan seperti terbakar, daun mengkerut dan berwarna kusam.

Batang tidak kokoh, dan buah tidak tumbuh sempurna. Sedangkan untuk kelebihan kalium jarang terjadi pada tanaman, karena tanah mengikat unsur kalium dan mengeluarkan untuk tanaman secara perlahan. Cara mengatasi kekurangan unsur kalium, bisa dengan memberikan pupuk susulan cair hasil fermentasi kulit pisang atau serabut kelapa, atau menaburkan abu sekam atau abu kulit pisang ke dalam tanah.

Sedangkan jika tanaman kekurangan unsur fosfor akan terlihat kerdil, bunga dan buah gampang rontok, dan memiliki cabang tanaman sedikit. Cara petani mengatasi masalah ini dengan memberikan pupuk susulan cair yang berasal dari tanaman yang menghasilkan fosfor yang tinggi seperti kulit pisang, daun kelor, bayam dan daun singkong. Dan bisa juga memanfaatkan tulang-tulang sapi, kambing atau ayam.

Bagi tanaman yang terkena serangan penyakit, biasanya petani memanfaatkan kondisi lingkungan sekitar misalnya dengan memanfaatkan predator laba-laba, capung, kumbang kubah. Selain itu memanfaatkan tanaman pemikat dan pengusir hama, seperti bunga-bunga yang mencolok atau daun serai yang menimbulkan aroma.

Tetapi jika serangan sudah terlalu besar mereka membuat biopestisida dari bahan-bahan yang ada disekitar mereka seperti daun sirsat, mahoni, gadung, daun papaya dan lain-lain.

Terkait kegiatan ritual, masih banyak petani melakukan pertanian dengan kearifan local yang ada di daerah mereka. Kegiatan spiritual mereka dengan doa, matra dan ritual tertentu. Petani di Jawa sebelum menanam menggunakan hari dan pasaran yang baik (jaya dino) dipadukan dengan jaya pasaran (kejayaan pekan).

Mereka percaya hari yang baik akan berpengaruh pada hasil panen dan bisa terhindar dari hama serta penyakit. Lalu pimpinan spiritual memimpin upacara melakukan pembakaran kemenyan dan membaca mantra di lahan tempat air irigasi masuk ke lahan tersebut.

Begitu juga di daerah Lampung Barat, tepatnya di Kecamatan Suoh. Masih ada petani yang melakukan ritual baik saat mulai tanam hingga panen. Mereka melakukan hitungan juga, dengan istilah Pranoto Mongso. Saat mulai penyemaian mereka menghitung dengan kata-kata cucuk (mulut),waduk (perut), silit (pantat). Yang baik, jika hasil hitungan silit.

Begitu juga saat mau tanam mereka menghitung oyot (akar) ,uwit (batang), godong (daun), uwoh (buah). Jika menanam padi,cabe, jagung, hitungan harus sampai di uwoh. Tetapi jika nanam ketela sampai di oyot.

Daerah Suoh itu juga, di desa Tugu Ratu, ada kelompok petani organik lembah Suoh. Mereka sudah membuat pupuk organik dan biopestisida sendiri. Jenis padi yang dipakai adalah padi lokal seperti mentik susu, pandan wangi, dan beras merah.

Walaupun petani, mereka juga hobi untuk membuat ramuan dan melakukan uji coba. Pemilihan benih juga disesuaikan dengan kondisi tanah dan iklim yang ada disana. Sepertinya sudah layak dijadikan tabib tanaman.

Tidak hanya praktek pertanian organik, mereka juga mengadakan pelatihan sekolah lapang (SL) untuk para petani yang tertarik bertani selaras alam. Saat ini mereka sudah mandiri dan merdeka dengan mentadaburi alam melalui pertanian organik. Konsep bertani dengan kearifan lokal kadang di cap sebagai pola bertani kuno. Padahal di negara luar, justru praktek pertanian yang sudah diterapkan nenek moyang kita menjadi pertanian modern.

Salah satunya yang digencarkan oleh negara luar adalah pertanian permakulture. Pertanian ini dilakukan selaras dengan alam bukan melawannya. Pola tanaman permakulture seperti sistem tumpang sari, agroforestry, dan polikurtur.

Saat ini sistem pertanian kita tidak lagi tergantung oleh alam, tetapi berusaha memodifikasi alam dengan memberikan asupan pupuk dan pestisida yang tinggi agar panen melimpah. Pola fikir petani telah diracuni untuk memakai pupuk, benih unggul yang tahan iklim dan hama agar menghasilkan panen melimpah, sehingga perekonomian akan meningkat, tetapi tidak menghitung produktivitas pola pertanian tersebut.

Kenyataannya, petani kita tidak menjadi kaya, malah terjerat hutang pada para tengkulak atau toko pertanian yang memberi hutangan pupuk, benih dan pestisida. Dan saat panen, hasilnya untuk membayar hutang.

Kembalilah menjadi petani yang merasa cukup disediakan alam. Ini bisa mengurangi ketergantungan pada asupan kimia, dan akan mengembalikan perekonomian petani untuk tidak terlilit hutang. Swasembada pangan yang mengeksploitasi alam, hanya memberikan hasil produksi tinggi untuk jangka pendek, sedangkan jangka panjangnya tanah-tanah menjadi tandus, ledakan hama dan membuat kerusakan ekosistem.

Seperti kata-kata bijak Mahatma Gandi, ” The world has enough for everyone’s needs, but not everyone’s greed” (“Dunia ini cukup untuk memenuhi kebutuhan semua orang, tetapi tidak untuk memenuhi keserakahan semua orang.”).

Jadilah petani yang mampu mendiagnosa penyakit tanaman, lalu mengobati dengan pengetahuan yang telah diberikan dari nenek moyang dengan ramuan-ramuan yang ada di alam. Memanfaatkan alam adalah bentuk penghargaan manusia terhadap semua mahluk ciptaan Tuhan dan mensyukuri hasil karya Sang Khalik yang telah dibuat secara sempurna.

Bersiaplah dan banggalah mendapat julukan tabib tanaman. Jangan menjadi takut dengan propaganda kata-kata tabib atau dukun yang diidentikkan berhubungan dengan ilmu hitam. Sejatinya tabib atau dukun zaman dahulu adalah orang-orang pilihan yang memiliki kemampuan terutama di pengobatan. Merdeka dan mandirilah petani Indonesia. ***

Tuliskan komtar mu disini
Tulisan Lainnya...